Kamis, 18 November 2010

TAFAKUR

“Manusia adalah rahasiaKu dan Aku adalah rahasianya. Pengetahuan batin mengenai ilmu batin (‘ilm batin) adalah relung rahasiaKu. Jika Kumasukkan pengetahuan ini ke dalam hati hambaKu yang saleh, takkan ada yang dapat mengetahui keadaannya kecuali Aku”. (Hadits Qudsi)

Pengetahuan ilmu batin (yang tak mengenal huruf dan suara) diperoleh dengan terus menerus membaca kalimat tauhid, dengan lidah dan hatinya. Hatinya telah masuk ke dalam cahaya Ilahi melalui cahaya tauhid. Dan, satu-satunya cara untuk mencapai tujuan itu adalah tafakur, suatu laku yang jarang dijalankan kaum awam. Rasulallah saw bersabda, “Tafakur sesaat lebih utama daripada ibadah seribu tahun.”
Tafakur mengenai makrifat, yang disertai tekad kuat untuk mengenal Allah swt dianggap lebih utama daripada seribu tahun ibadah. Sebab tafakur seperti itu adalah pengetahuan sejati. Dan, pengetahuan sejati adalah maqam tauhid.
Pada maqam seperti ini, tak ada pengungkapan rahasia, karena pengyingkapan rahasia ketuhanan dianggap sebagai kemaksiatan. Berbagai keajaiban yang ia tampilkan membuktikan ketinggian derajatnya. Namun, semua mukjizat itu tak ada kaitannya dengan maqam ruhaninya.
Dalam kitab berjudul “Mirshad” dikatakan, “Karamah atau kemampuan menampilkan sesuatu yang luar biasa merupakan hijab yang membuat seseorang lengah akan keadaan dirinya. Karena itu, saat-saat kemunculan karamah dianggap seperti masa-masa haid pada kaum wanita. Para wali, yang merupakan kekasih Allah, harus melewati sekurang-kurangnya seribu anak tangga. Di antara anak tangga yang pertama adalah karamah. Jika dapat melewatinya, ia dapat mendaki anak tangga lainnya. Jika tidak, langkahnya terhenti di sana.”
Kemampuan luar biasa, seperti melihat tanda-tanda keberadaan Allah – manifestasi sifat-sifatNya, ketunggalan dalam kemajemukan, hakikat di balik penampakan – dan kedekatan kepada Sang Pencipta merupakan buah amal saleh dan keikhlasan ibadah. Tetapi, semua itu masih berkaitan dengan kehidupan ragawi, dari ujung kaki hingga ke langit.

MA'RIFAT

Rasulallah saw bersabda, Ada satu tingkatan yang di dalamnya semua dan segala sesuatu dihimpun, yaitu makrifat – ilmu.” Untuk mencapai tingkatan itu, pertama-tama orang harus meninggalkan keburukan dan kemunafikan dalam amalnya sehingga orang lain dapat menjadi saksi atas dirinya.
Setelah itu, ia harus menetapkan tiga macam tujuan – sebenarnya surga – bagi dirinya sendiri yaitu:
- Ma’wa, surga yang menjadi tempat tinggal yang tentram atau surga duniawi.
- Na’im, taman keridhaan Allah bagi para makhlukNya atau surga yang berada di alam malaikat.
- Firdaws, surga samawi, yaitu surga yang di alam ketunggalan akal sebab, tanah air jiwa, Nama-Nama dan Sifat-Sifat Ilahi.
Tingkatan makrifat atau tingkatan yang memungkinkan kita mengenal Tuhan merupakan imbalan atas perjuangan mengikuti ajaran agama, menghilangkan kemajemukan dalam dirinya, serta memerangi hawa nafsunya untuk mencapai persatuan dan kedekatan dengan Sang Pencipta (thariqah).
Bagi orang yang telah mencapainya, tak ada bedanya antara tidur dan terjaga. Karena dalam tidur, jiwa mendapat kesempatan untuk berjalan ke rumah sejatinya yaitu alam ruh. Lalu kembali ke alam jasad dalam keadaan yang baru.
“Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya. Dia tahan jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya, dan Dia lepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditentukan. Sesungguhnya pada hal itu, terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berpikir”. (Al-Zumar [39]: 42)